Bulan suci Ramadhan 1444 H tinggal menghitung hari. Salah satu amalan yang wajib dilakukan sebelum datang bulan Ramadhan adalah mengganti puasa. Lantas, bagaimana tata cara mengganti puasa Ramadhan?
Berbicara mengenai cara mengqada atau meng puasa Ramadhan, maka terlebih dahulu Anda harus mengerti tentang kondisi yang mewajibkan seseorang untuk mengganti puasanya.
Sebab, beberapa kondisi tertentu, tak hanya mewajibkan seseorang untuk mengganti saja, melainkan juga harus membayar fidiah. Yuk, simak beberapa cara mengganti puasa Ramadhan berdasakan beberapa kondisi tertentu.
Apa Itu Qada Puasa Ramadhan?
Sebelum mengetahui cara mengganti puasa Ramadhan atau mengqada, sebaiknya Anda terlebih dahulu mengetahui apa itu qada puasa ramadhan?
Qada puasa Ramadhan adalah puasa pengganti yang harus dilakukan oleh seseorang untuk membayar puasa yang ditinggalkan selama bulan suci Ramadhan.
Seperti diketahui, ada beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang harus atau diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan. Meski begitu, puasa tersebut harus diganti sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.
Bagaimana Tata Cara Mengganti Puasa Ramadhan?
Apakah mengqada puasa Ramadhan harus berurutan sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan? Menjawab pertanyaan tersebut, sebenarnya tidak harus, seseorang mengganti puasa Ramadahn berturut-turut.
Hal itu sesuai dengan petunjuk hadis syarih, yakni tegas dan jelas tanpa perlu mencari makna yang tersirat yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Ibnu ‘Umar sebagai berikut.
قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ
‘Qada (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan,’ (HR. Daruquthni, dari Ibnu ‘Umar)
Bagaimana Cara Mengganti Puasa Ramadhan yang Sampai Ramadhan Berikutnya?
Meski waktu dan kesempatan yang diberikan untuk mengganti puasa Ramadhan terbilang lebih dari cukup, yakni hingga sebelum datang Ramadhan berikutnya, akan tetapi banyak kondisi yang membuat seseorang tak dapat melaksanakannya.
Kejadian semacam itu bisa diakibatkan oleh berbagai hal, baik positif maupun negatif, misalnya sakit, ada halangan, bersikap apatis, sengaja mengabaikannya, dan sebagainya.
Hal ini juga mempengaruhi pelaksanaan qada puasa yang ditangguhkan atau tertunda hingga Ramadahan berikutnya tiba. Lantas bagaimana hukumnya?
- Penangguhan atau penundaan pelaksanaan qada puasa Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya – tanpa halangan yang sah – hukumnya haram dan berdosa.
- Apabila penangguhan atau penundaan pelaksanaan qada puasa Ramadhan tersebut dikarenakan udzur atau halangan, maka tidaklah berdosa.
Adapun mengenai kewajiban mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan tersebut – bagi yang memiliki udzur syar’i, seperti hamil, haid, nifas, menyusui, musafir – maka ia wajib mengganti puasa tersebut meski sudah dua atau tiga Ramadhan dilampauinya.
Misalnya, ketika seorang wanita hamil di bulan ramadhan tahun 2018, kemudian mengharuskannya meninggalkan puasa selama beberapa hari karena khawatir terhadap kondisi janinnya, maka wanita tersebut wajib mengganti puasa yang ditinggalkan.
Namun, jika seusai Ramadhan kondisi wanita tersebut masih sangat payah sebab hamil atau menyusui, sehingga tidak memungkinkannya untuk melaksanakan qada, maka wanita tersebut tidak berdosa dan boleh melaksanakannya di waktu yang ia sanggup.
Kondisi tersebut juga tidak mewajibkan mereka untuk membayar fidyah.
Sementara itu, jika menunda Qadha tanpa udzur syar’i sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib segera mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan sesuai jumlah hari.
Selain itu, seseorang yang tidak mengganti puasa Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya – tanpa udzur syar’i – juga wajib membayar fidiah atau denda.
Adapun fidiah atau denda yang harus dibayarnya sejumlah hari yang belum ia ganti. Adapun fidiah tersebut dapat berupa makanan pokok yang lazin dikonsumsi di negeri tersebut.
Misalnya, di Indonesia adalah beras, maka ukuran beras 1 mud itu kurang lebih seperempat dari ukuran zakat fitrah, yakni sekitar 0,875 liter atau 0,625 kg.
Bagaimana Mengqada Puasa Ramadhan Jika Telah Meninggal Dunia?
Melaksanakan kewajiban membayar hutang adalah mutlak, baik hubungannya dengan manusia maupun dengan Allah SWT.
Hal itu pun berlaku bagi orang yang meninggal dunia. Bagaimana jika seseorang meninggal dunia sebelum memenuhi kewajiban qada puasa Ramadhan? Maka, keluarga wajib memenuhinya.
Adapun pelaksanaan mengqda puasa Ramadhan tersebut ada dua pendapat. Pertama, pelaksanaan qada puasa Ramadhan orang yang meninggal dunia dapat diganti dengan fidiah, yakni memberi makan orang yang membutuhkan sebanyak 0,6 kg bahan makanan pokok dikali hari puasa yang ditinggalkan.
Hal tersebut sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar.
مَن مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيُامْ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ
‘Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya,’ (HR Tirmidzi, dari Ibnu Umar).
Pendapat kedua menyatakan bahwa jika seseorang memiliki kewajiban qada puasa, tetapi meninggal sebelum melaksanakannya, maka pihak keluarga wajib melaksanakan qada puasanya sebagai ganti.
Hal itu sejalan dengan hadis Bukhari dan Muslim dari Aisyah.
مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
‘Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qada puasa, maka walinya (keluarganya) berpuasa menggantikannya,’ (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah).
Melaksanakan Qada Puasa Ramadhan Jika Hari Tidak Diketahui
Lantas, bagaimana cara mengqada puasa Ramadhan jika hari yang ditinggalkan tidak diketahui atau lupa?
Dalam keadaan tersbeut, para ulama menyarakankan agar melakukan hal bijak, yakni tentukan jumlah hari yang paling maksimum. Sebab, kelebihan qada puasa lebih baik ketimbang kurang.
Demikian uraian mengenai cara mengganti puasa Ramadhan berdasarkan beberapa kondisi tertentu.