Bulan ramadan tinggal sesaat lagi, sangat disayangkan jika tidak mengisinya dengan rangkaian ibadah yang mendatangkan banyak pahala.
Itikaf adalah salah satu yang bisa kamu lakukan, terutama di 10 hari terakhir bulan puasa ini.
Sayangnya, masih banyak umat muslim yang belum memahami dengan benar ibadah istimewa yang satu ini. Beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk duniawi bisa dilakukan dengan i’tikaf.
Simak ulasan di bawah ini agar tidak salah dalam memahami salah satu ibadah berpahala besar ini.
Pengertian I’tikaf
I’tikaf seringkali dianjurkan untuk dilakukan di bulan ramadan. Namun, sebenarnya, apa arti i’tikaf itu sendiri?
- Berdasarkan Istilah
Jika dilihat dari istilahnya, i’tikaf berasal dari kata ‘akafa yang berarti menetap atau mengurung diri.
Salah seorang ahli fiqih, yaitu Sayyid Sabiq mengungkapkan bahwa Itikaf adalah aktivitas ibadah yang dilakukan di suatu tempat dan mengikat diri kepadanya.
Dalam bukunya yang berjudul Fiqih Islam wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az Zuhaili mengartikan i’tikaf sebagai ibadah berdiam diri dan menautkannya pada sesuatu. Baik hal tersebut baik ataupun buruk secara kontinyu.
Adapun penggunaan istilah sesuatu yang buruk tersebut diambil berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla dalam Surat Al Ar’raf ayat 138.
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
…Dan janganlah kalian mencampuri mereka (istri) dalam kondisi kalian sedang melakukan i’tikaf di masjid… (QS. Al Baqarah: 187)
- Berdasarkan Bahasa
Menurut istilah, pengertian i’tikaf yaitu berdiam diri dan menetap di rumah Allah (masjid) dengan tujuan berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan melakukan i’tikaf, setiap muslim akan senantiasa mengingat-Nya sehingga menjadi pahala zikir yang besar, terutama di bulan puasa.
Baca Juga: Manfaatkan 4 Waktu Mustajab untuk Berdoa di Bulan Ramadan
Hukum I’tikaf
Untuk memahami hukumnya, terdapat kondisi tertentu yang dapat memengaruhinya,
Ibadah yang dilakukan di masjid ini bisa menjadi wajib atau sunnah, lalu mengapa hal tersebut dapat terjadi?
A. Wajib
Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa i’tikaf bisa menjadi wajib karena nazar, misalnya ketika seorang muslim bernazar, ‘Apabila hutang-hutangku saat ini sudah lunas, aku akan beri’tikaf selama tujuh hari berturut-turut’.
Dengan demikian, i’tikaf selama tujuh hari tersebut menjadi wajib baginya.
Mengenai hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barangsiapa yang telah bernazar akan melakukan suatu kebaikan pada Allah, hendaklah dipenuhi nazar itu.” (HR. Bukhari)
B. Sunnah
Karena Rasulullah SAW pada masa hidupnya juga melakukan amalan ini pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, maka amalan ini termasuk sunnah, yang mana jika kamu mengerjakannya maka akan mendapat pahala, jika meninggalkannya tidak berdosa.
Meskipun pada akhirnya bukan wajib, tetapi hukum melaksanakannya termasuk sunnah muakkad, yaitu sangat dianjurkan bagi umat Islam untuk melaksanakannya.
ada sebuah riwayat tentang pelaksanaannya oleh Rasulullah, beliau bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Dari Aisyah R A, istri Nabi Muhammad SAW, bahwa Nabi shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa i’tikaf sepuluh hari terakhir ramadan hingga beliau diwafatkan Allah.
Kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau wafat.” (HR. Bukhari)
Baca Juga: Definisi Masya Allah dan Perbedaannya dengan Subhanallah
Syarat I’tikaf
Apabila kamu berniat ingin melaksanakan ibadah ini, ada beberapa syata yang harus dipenuhi, yang di antaranya sebagai berikut:
- Islam, ibadah ini tidak sah apabila dilakukan oleh orang-orang kafir.
- Tamyiz atau berakal sehat, I’tikaf tidak bisa dilakukan oleh orang kehilangan akal (gila), termasuk yang dilakukan anak-anak yang belum mumayyiz juga hukumnya tidak sah.
- Dilakukan di masjid, tidak disebut ibadah i’tikaf apabila dilakukan di rumah kecuali menuruti hukum dari Mazhab Hanafi yang membolehkan kaum wanita melakukannya di musala yang berada di rumahnya.
- Dalam keadaan suci/tidak hadas besar, tidak sah jika i’tikaf dilakukan oleh orang yang sedang berhadas besar, misalnya dalam keadaan nifas, ataupun haid. Bahkan sebelum bersuci, mereka tidak boleh berada di dalam masjid.
- Istri meminta izin suami, seorang istri yang melakukan i’tikaf tanpa izin suaminya hukumnya tidak sah, hal ini berdasarkan mazhab Hambali, Syafii, dan Hanafi.
Baca Juga: Macam-Macam Puasa Wajib & Syaratnya yang Harus Anda Tahu
Durasi dan Waktu I’tikaf
Mengutip dari halaman resmi Muhammadiyah, waktu pelaksanaan i’tikaf sangat dianjurkan dilakukan setiap hari di bulan Ramadan, terutama di 10 hari terakhir.
Sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw. “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadan.” [Muttafaq ‘Alaih].
Dalam hadis lain disebutkan: “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim].
Lalu, berapa lama durasi waktu i’tikaf? Masih menurut halaman resmi Muhammadiyah. kalangan ulama memiliki pendapat yang berbeda terkait berapa lama waktu i’tikaf. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa ibadah ini bisa dilakukan pada waktu yang sebentar dan tidak ditentukan batas waktu i’tikafnya.
Sementara menurut Al-Malikiyah, waktu pelaksanaan i’tikaf Ramadan yaitu minnimal satu malam satu hari.
Jadi, menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, i’tikaf di bulan Ramadhan dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu. Misalnya dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan seterusnya. Bahkan juga boleh dilaksanakan dalam waktu sehari semalam alias 24 jam.
Pahala Beritikaf
Ibadah yang afdal dilakukan di bulan ramadan ini memang memiliki banyak keutamaan, dan tujuan itikaf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.
Ketika terjaga (sedang tidak tidur), kamu dianjurkan mengerjakan dengan salat, zikir, tilawah, bermunajat, berdoa, mengkaji ilmu, tadabbur Al Qur’an, dan sebagainya.
Sementara yang sedang dalam kondisi tidur sekalipun, setiap muslim yang melakukan i’tikaf akan mendapatkan pahala yang besar.
Pahala tersebut tidak sama dengan muslim lain yang tidur di rumahnya, oleh sebab itu, sangat disayangkan jika kamu melewatkan ibadah sunnah yang satu ini padahal sedang tidak memiliki kesibukan.
Beritikaf Akan Mendapat Lailatul Qadar?
Setiap muslim yang melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan ramadan Insyaallah akan mendapatkan pahala di malam seribu bulan (lailatul qadar).
Hal ini berdasarkan banyak hadis sahih yang mengungkapkan bahwa lailatul qadar terjadi di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan suci.
Bahkan ketika kamu yang beri’tikaf di malam tersebut hanya sedang tidur atau terjaga sebentar, Insyaallah akan tetap mendapatkan pahalanya.
Itikaf adalah ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan umat muslim di bulan suci ramadan.
Mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla selama beberapa hari di masjid akan membuat diri senantiasa lebih tenang, asalkan ibadah ini dilakukan secara ikhlas karena Allah Ta’ala.
Baca Juga: 5 Rahasia Mengapa Hari Jumat Sangat Istimewa
Jadi, itikaf adalah sebuah ibadah/amalan sunnah yang dilakukan dengan berdiam diri di masjid selama sepuluh hari terakhir bulan ramadan.
Berdiam yang dimaksud adalah bermuhasabah, berzikir, berserah diri kepada Allah.
Meski sunnah, nyatanya amalan ini sangat dinanti oleh mereka yang ingin mendapatkan malam lailatul qadar, karena datangnya malam lailatul qadar yang tidak dapat diketahui pastinya.
Apakah kamu berniat untuk melaksanakan amalan ini? Jika iya, pastikan kamu memiliki niat yang sungguh-sungguh dan mampu memenuhi syaratnya, ya.
Semoga artikel ini bermanfaat, apabila ada kesalahan dalam hal pengutipan hadis, silakan berkomentar di bawah, ya. Terima kasih.
Dapatkan informasi seputar ramadan dan Islam lainnya hanya di blog Ramadan.id